Witches’ Loaves

[Roti Pemberian Penyihir]

O. Henry

witches-loavesMartha Meacham memiliki toko roti mungil yang terletak di sudut jalan.

Martha berumur empat puluh tahun, buku tabungannya menunjukkan angka dua ribu dolar, dan dia memiliki dua gigi palsu dan hati bak malaikat. Banyak yang menikahi seseorang yang sifatnya tidak lebih baik dari Martha.

Sekitar dua atau tiga kali seminggu, ada seorang pelanggan yang mulai menarik perhatiannya. Dia adalah seorang pria paruh baya, mengenakan kaca mata, dan janggutnya dicukur tipis.

Dia berbahasa Inggris dengan aksen Jerman yang masih sangat kental. Bajunya selalu lusuh, kusut, penuh tambalan, dan sedikit longgar di badannya. Tapi dia tetap tampak rapi dan sikapnya sangat santun.Baca selebihnya »

An Occurrence at Owl Creek Bridge

[Peristiwa di Jembatan Burung Hantu]

Pengarang: Ambrose Bierce

Penerjemah: Harum Wibowo

I

83284ab2a70860109e30194a7c91ffddSeorang pria yang tengah berdiri di atas jembatan rel kereta api di Alabama Utara memandangi air yang mengalir deras di bawahnya. Pergelangan tangannya terikat dan tersembunyi di balik punggung. Seutas tali mengitari lehernya. Tali tersebut menggantung dari tiang yang berada tepat di atas kepalanya. Beberapa papan kayu disusun di atas bantalan rel kereta api sebagai tempat pijakan baginya dan para algojo di sana yang terdiri dari dua prajurit tentara dari pasukan Federal dan dipandu oleh seorang sersan. Tidak jauh dari sana, masih di atas panggung eksekusi, berdirilah seorang polisi dengan seragam lengkap dan senjata. Dia berpangkat kapten. Seorang prajurit penjaga diletakkan di tiap ujung jembatan dengan senapan dalam posisi “pendukung”, yaitu diletakkan secara vertikal di atas bahu kiri, tangan memegang gagang senapan di samping pinggang—posisi resmi yang menonjolkan kegagahan berdiri. Kelihatannya kedua petugas ini tidak begitu mengetahui apa yang tengah terjadi di atas jembatan, namun bukan tugas mereka pula untuk mengetahuinya; mereka hanya sekedar memblokir dua sisi perlintasan tersebut. Tidak ada lagi orang yang terlihat di balik salah satu prajurit penjaga; perlintasan tersebut melintang lurus ke dalam hutan sepanjang seratus yard, kemudian berbelok dan hilang dari pandangan. Kemungkinan besar tidak ada pos jaga di sekitar sana. Salah satu sisi sungai merupakan tanah lapang yang menyerupai sebuah lereng—di atasnya disusun ranting-ranting pohon tegak lurus dengan beberapa lubang untuk memasukkan mulut senjata. Di tengah lereng, di antara jembatan dan benteng pertahanan, para penonton yang terdiri dari pasukan infanteri berbaris dalam posisi istirahat dengan gagang senjata diletakkan di atas tanah. Seorang letnan berdiri di bagian kanan barisan, ujung pedangnya mengarah ke bawah sementara tangan kirinya beristirahat di atas tangan kanan. Tidak ada seorangpun yang hadir di sana bergeming kecuali keempat orang di tengah jembatan. Semua orang berdiri menghadap jembatan, menatap tajam tanpa bergerak sedikitpun. Kedua penjaga yang berdiri mengahadap sisi sungai terlihat seperti patung yang sedang mengagumi jembatan. Sang kapten berdiri dengan tangan terlipat, hening, mengawasi tugas para bawahannya tanpa memberikan aba-aba. Kematian adalah prajurit dengan pangkat tertinggi yang kehadirannya harus disambut dengan upacara kehormatan, bahkan oleh mereka yang sangat mengenalnya. Dalam kode etik militer, keheningan merupakan bentuk rasa hormat.

Baca selebihnya »

Rumpelstiltskin

The Brothers Grimm

6726629Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pengrajin jerami yang memiliki seorang putri yang cantik jelita. Sepanjang hidupnya, mereka hidup dalam kemiskinan. Suatu hari, ayahnya pergi menemui sang Raja, dan agar membuat dirinya terlihat penting di mata sang Raja, dia berkata, “Yang Mulia, saya memiliki seorang putri yang dapat memintal jerami menjadi emas.”

Dengan tenang sang Raja menjawab, “Sungguh keterampilan yang memukau. Jika memang putrimu sehebat yang kau katakan, maka bawalah besok dia ke istana, dan akan kuuji sendiri kemampuannya.”

Keesokan harinya, putrinya datang ke istana dan segera dibawa oleh sang Raja menuju ruangan yang penuh dengan jerami. Kemudian dia diberikan alat pemintal. “Mulailah bekerja, jika sampai besok pagi kau belum juga memintal jerami menjadi emas, maka kau harus mati.” Perintah sang Raja. Mendengar hal itu, tubuhnya menjadi lemas, dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia tidak tahu bagaimana cara memintal jerami menjadi emas. Dia pun semakin putus asa, dan akhirnya mulai menangisi nasibnya.

Baca selebihnya »